Senin, 21 Agustus 2023

Arti sebuah pilihan untuk santri

Arti sebuah pilihan untuk santri

oleh Gilang Jordan

Jika santri ditanya oleh seseorang atau gurunya "mana yang kamu akan pilih jadi santri baik atau buruk", "jadi santri jujur atau tidak jujur", dan jadi santri disiplin atau tidak disiplin" maka tentu jawaban yang harus dijawab dan lebih tepat pilihan dan jawabannya adalah menjadi santri yang terbaik daripada santri yang baik, menjadi santri yang paling jujur daripada santri yang jujur dan menjadi santri yang terdisiplin daripada santri yang disiplin.

Artinya menjadi santri yang jujur sudah baik dan boleh jadi jujurnya hanya diwaktu-waktu tersebut dan kepada orang-orang tertentu akan tetapi santri yang paling jujur itu adalah yang terbaik, karena setiap waktu dan  kepada siapapun selalu berlaku jujur, pada kondisi apapun dan yang ada pada dirinya yang muncul selalu disertai dengan kejujuran, kebaikan dan nilai-nilai disiplin. 

Begitu juga menjadi santri yang terbaik atau baik dan menjadi santri yang terdisiplin atau disiplin, artinya menjadi santri yang terbaik dan terdisiplin itu lebih Allah dan rosul-Nya sukai daripada santri yang hanya sekedar baik dan disiplin saja, sebagai mana yang sudah dijelaskan diatas.

Sebagai mana yang dicontohkan dan yang ada pada hadits Nabi Muhammad Saw., yaitu :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berbicara yang baik atau diam” (HR. Bukhari).

Maksudnya berkaitan dengan arti sebuah pilihan bahwa Allah dan Rosul-Nya memberikan sebuah pilihan yang terbaik atau yang baik, contohnya pada hadits nabi diatas, yaitu berbicara yang baik itu terbaik atau memilih diam (juga baik). Jadi tidak ada pilihan yang buruk untuk orang-orang atau santri yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt. dan rosul-Nya yang ada hanya pilihan menjadi hamba Allah yang terbaikkk, semoga seluruh civitas dan santri Allah jadikan hamba-Nya yang selalu ada pada taqdir-Nya yang terbaik dan aktivitas yang kita lakukan terbaik sehingga menjadi amal sholeh dihadapan Allah Swt., mudah-mudahan bermanfaat Allahu a'lam.

 

Selasa, 15 Agustus 2023

Hakikat Kemerdekaan Untuk Santri

 

Hakikat kemerdekaan untuk santri

Gilang Jordan, S.Pd.I (Guru Bahasa Arab SMP Daarut Tauhiid)

    Ibnu ‘asyur memberikan arti dan pandangan mengenai kebebasan atau kemerdekaan yang juga dikenal dalam istilah bahasa Arab Al-Hurriyyah, beliau memberikan makna dengan ‘itqul ‘abid (pembebasan terhadap perbudakan). Dalam hal ini, seseorang yang dapat mengendalikan dirinya untuk melakukan kebaikan, perintah Allah dan rasul-Nya dan mengendalikan untuk tidak melakukan yang dilarang dan diharamkan oleh Allah Swt. secara sadar dari dirinya sendiri, itulah arti dari kemerdekaan yang sebenarnya.

    Sekirannya masih dikendalikan atau diperbudak oleh orang lain atau sesuatu yang mendominasi, contohnya seorang santri yang dalam melakukan kewajibannya kepada Allah seperti halnya sholat wajib dan sunnahnya, puasa sunnah dan hal-hal kebaikan yang harus dilakukan dengan kesadaran dirinnya akan tetapi masih diperintah oleh kedua orang tuanya atau ustadznya yang berada diasrama.

  Bahkan sampai melakukan hal yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya seperti tidak bisa mengendalikan lisannya berkata dusta, dhalim, kasar, kotor dan sia-sia (DUDHOLKAKOSI), tidak bisa mengendalikan tangan dan kakinya dari barang yang bukan miliknya (gashab atau mencuri) dan juga melihat tontonan yang dilarang dan diharamkan melalui Handphone dan juga internet, Berarti hal tersebut belum menuju kepada arti kemerdekaan yang sebenarnya dalam artian masih dikendalikan diperbudak oleh hawa nafsunya.

Sebagaimana firman Allah Swt., didalam QS. An-Nazi’at : 37-41

فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآَثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (38) فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (39) وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (41)

“Adapun orang yang melampaui batas. Dan lebih mengutamakan kehidupan duniawi. Maka sesungguhnya, nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya, surgalah tempat tinggal(nya)”. (QS. An Nazi’at  : 37-41)

    Pada ayat tersebut bisa diambil pelajaranya, bagi seseorang yang masih dikendalikan oleh hawa nafsunya artinya nafsu yang mengarahkan untuk berbuat tidak baik bahkan sampai melanggar aturan-aturannya Allah, hakikatnya orang tersebut belum merdeka. Sebaliknya, jika bisa mengendalikan diri dari melakukan perintah Allah secara sadar dan menjauhi yang dilarang oleh-Nya maka pada hakikatnya sudah merdeka menurut pandangan Allah Swt.

    Oleh karnanya, penulis mengajak pembaca semuanya, terutama santri SMP Daarut Tauhiid, untuk senantiasa melakukan kebaikan atau amal sholeh, perintah Allah dan juga menerima nasihat-nasihat para guru secara sadar dan ikhlas semata-mata karena Allah Swt. Allahu a’lam